Selasa, 19 April 2011

Pencuri

Seekor burung mahal jenis
merpati pos tampak gelisah
dalam sebuah sangkar besi nan
indah. Tubuhnya yang elok
mulai terlihat lemas. Dalam dua
hari ini, ia memang tidak mau
makan.
Sang merpati yang telah
menjuarai beberapa turnamen
dunia ini, mulai dari kecepatan
terbang hingga ketepatan
target tujuan hinggap, yakin
benar kalau tuan barunya yang
dua hari ini memberinya
makan, bukanlah tuan yang
sebenarnya. Ia yakin dirinya
telah dicuri.
Karena itulah, senikmat dan
semahal apa pun makanan
yang ditawarkan, ia tetap tidak
mau makan. Sang merpati
pintar ini yakin, menikmati
makanan dari orang yang telah
mengecewakan tuannya yang
asli, berarti mengkhianati sang
tuan yang telah menyayanginya
dengan penuh cinta.
Namun, si pencuri tidak pernah
marah dengan penolakan itu. Ia
ambil lagi makanan yang belum
disentuh itu, untuk kemudian
diganti dengan makanan yang
baru, yang lebih segar, dan
lebih nikmat. Sang pencuri pun
tidak lupa membersihkan
kandang merpati dengan
penuh hati-hati.
Begitulah hari-hari yang dilalui
oleh sang pencuri kepada
merpati curiannya. Sesekali,
dengan penuh kelembutan, jari
tangan sang pencuri membelai-
belai bulu kepala merpati.
Sungguh suatu perlakuan yang
melebihi apa yang diterima si
merpati dari tuannya yang asli.
Ketika lapar yang tidak lagi bisa
ditahan, sang merpati akhirnya
mencicipi makanan sajian tuan
barunya itu. “Aih, lezatnya
makanan ini. Baru kali ini aku
merasakan makanan senikmat
ini, ” ucap sang merpati sambil
terus memakan sajian yang ada
di sangkarnya.
Keesokannya, sang merpati
kembali menikmati sajian tuan
barunya. Kali ini ia tidak lagi
ragu untuk menikmatinya.
Perasaan buruknya tentang
siapa tuan barunya itu mulai
sirna. Tubuhnya pun sudah
mulai segar dan bugar.
Sayapnya yang pernah rusak,
kini kembali normal seperti
sebelumnya.
**
Jika seseorang berada dalam
keheningan muhasabahnya.
Mungkin ia bisa merasakan
bahwa begitu banyak ‘pencuri’
yang sangat dekat dalam
keseharian kita. Ada ‘pencuri’
yang berkedok karir, ada yang
berkedok demi masa depan,
ada yang demi isteri dan anak-
anak, ada yang berlabel demi
maslahat yang lebih besar, dan
lain-lain.
Tampilan kelembutan dan
kebaikannya yang begitu
mempesona, lambat laun
mengurangi kejernihan
timbangan batin kita. Suatu
saat, seseorang tidak lagi bisa
membedakan mana yang
sebenarnya sebuah kebenaran
dan mana yang kebatilan.
Mana yang memperbaiki dan
mana yang merusak. Dan
bahkan, mana Tuan Besar yang
telah memberinya kehidupan,
dan mana tuan-tuan kecil yang
justru mencuri nilai-nilai
kehidupannya.

Tidak ada komentar: