PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk monodualisme, yaitu selain sebagai makhluk
individu manusia juga sebagai makhluk sosial. Individu maksudnya adalah yang
tak terbagi dari bahasa latin individiu. Manusia sebagai makhluk individu memiliki
unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Manusia
sebagai makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat manusia selalu hidup bersama
dengan manusia lainnya. Sehingga diperlukan pendidikan dan pembinaan terhadap
setiap individu mengenai sosiologi sehingga dengan sendirinya manusia akan
selalu bermasyarakat dalam kehidupannya.
Di era globalisasi ini yang semakin maju, masalah yang munculpun semakin
kompleks, dari golangan sosial atas maupun golangan sosial yang rendah
sekalipun. Berbagai problema selalu muncul seiring semakin banyak tuntutan
hidup. Kebiasaan atau adat-istiadatpun semakin luntur tergerus oleh kemajuan
zaman. Gotong royong yang sejak dulu ada, kini mulai punah. Tingkat kesadaran
sosial untuk membantu sesamapun menurun. Padahal Allah SWT telah berfirman
dalam Al Qur’an
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib-kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang
jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (Q.S. An-Nisa : 36).
Rasul SAW bersabda “Tidak akan masuk
surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari perbuatannya.” (H.R.
Muslim).
Dari ayat dan hadist diatas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
islam memerintahkan kepada umatnya untuk
selalu berbuat baik (sosial) kepada dua orang tua ibu bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahaya yang dimiliki. Maka diperlukannya pendidikan yang
membantu individu agar dalam didalam pergaulan di masyarakat yang majemuk bisa
berjalan dengan aman tanpa ada rasa permusuhan ataupun prasangka yang bisa
menyebabkan persilisihan pandangan yang dapat mengakibatkan permusuhan.
Mengingat negara Indonesia merupakan negara yang majemuk. Walaupun agama mereka
sama tapi bisa jadi suku, adat ataupun daerah asal mereka berbeda. Maka
pendidikan Islam sangat penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan umat di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Dari latar
belakang diatas maka dapat diambil suatu rumusan masalah, diantaranya yaitu :
1. Apakah pendidikan islam itu?
2. Bagaimana kilas balik masyarakat majemuk di Indonesia?
3. Bagaimana pendidikan Islam dalam menyikapi masyarakat majemuk?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dalam bahasa Arab
disebut tarbiyah Islamiyah merupakan hak dan kewajiban dalam setiap insan yang
ingin menyelamatkan dirinya di dunia dan akhirat. Sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW: “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai akhir hayat.” Maka menuntut
ilmu untuk mendidik diri memahami Islam tidak ada istilah berhenti, semaki
banyak ilmu yang kita peroleh maka kita bertanggung jawab untuk meneruskan
kepada orang lain untuk mendapatkan kenikmatan berilmu, disinilah letak
kesinambungan.
Menurut Drs. Ahmad D. Marimba, pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani,
rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Abdur Rahman Nahlawi mengartikan
pendidikan Islam sebagai pengaturan pribadi dan masyrakat yang karenanya
dapatlah memeluk Islam secara logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam
kehidupan individu maupun kolektif. Sedangkan menurut Musthafa Al-Ghulayani,
pendidikan Islam adalah menanamkan akhlak yang mulia didalam jiwa anak dalam
masa pertumbuhannyadan menyiraminya dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga
akhlak itu menjadi salah stau kemampuan (meresap dalam) jiwanya kemudian
buahnya berwujud keutamaan, kebaikan dan cina bekerja untuk kemanfaatan tanah
air. Hasil seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tanggal 7-11 Mei 1960 di
Cipayung Bogor menyatakan, pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap
pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran islam dengan hikmah mengarahkan,
mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.
Dari uraian diatas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa para ahli
didik Islam berbeda pendapat mengenai rumusan pendidikan Islam. Ada yang
menitikberatkan pada segi pembentukan akhlak anak ada pula yang menuntut
pendidikan teori dan praktek, ada yang menghendaki terwujudnya kepribadian
muslim. Namun dari perbedaan pendapat itu bisa diambil kesimpulan adanya titik
persamaan yang ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut, Pendidikan Islam
adalah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada terdidik dalam masa
pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim.
B. Masyarakat Majemuk di Indonesia
Indonesia merupakan negara yang mempunyai
penduduk muslim terbanyak di dunia. Hampir 200 juta muslim berada di Negara
yang kaya akan budaya ini. Itu artinya jumlah ini sama dengan 9 kali lipat
jumlah penduduk negara Malaysia, atau sekitar 90 kali lipat jumlah penduduk
Brunai Darussalam. Islam di Indonesia dengan jumlah muslim terbanyak ini sangat
menarik untuk dibahas, terutama bentuk keislaman yang bisa dikatakan berbeda
dengan bentuk keislaman di negara-negara lain.
Menarik untuk ditelisik bagaimana Indonesia
bisa menjadi juara dalam jumlah muslim terbanyak di dunia, mengalahkan Arab
Saudi sebagai asal agama Islam sendiri, mengingat posisi geografis wilayah ini
berbeda jauh dari pusat-pusat Isma di Timur Tengah. Indonesia memang dikenal
sebagai titik pusat rute perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara yang
sudah berkembang bahkan maju. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad
ke-7 hingga ke-16 M membuat pedagang-pedagang muslim (Arab, Persia, dan India),
turut ambil bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara
dan timur benua Asia.
Lebih lanjut, proses Islamisasi yang
terjadi di negara ini tidak memerlukan pedang atau tameng untuk dibawa para tabligh
Islam pada masa itu, kondisi yang sama sekali tidak sama dalam hal proses
islamisasi yang terjadi di wilayah-wilayah lain. Islamisasi yang dilakukan oleh
juru dakwah dan para pedagang yang singgah di Indonesia menggunakan jalur
damai. Selain itu, kondisi Timur Tengah saat itu juga berpengaruh dalam
penyebaran Islam di Indonesia, dimana mereka yang menyebarkan Islam sebenarnya
dalam kondisi yang terseok-seok lelah kalah di medan perang. Para ahli
menggambarkan proses damai itu dengan dua cara, pertama masyarakat Indonesia
berkenalan dengan agama Islam kemudian menganutnya, kedua orang-orang asing
seperti Arab, India, China dan lain-lain, yang telah memeluk agama Islam yang
bertempat tinggal disuatu daerah di kepulauan Nusantara, dan melakukan
perkawinan dengan penduduk setempat sehingga menghasilkan kelompok-kelompok
Muslim.
Islam di Indonesia juga mempunyai corak
khas, dimana Islam berkembang seiring dengan kepercayaan dan budaya yang telah
ada pada masyarakat Indonesia. Penerimaan Islam di Indonesia dapat dikatakan
melalui adhesi, yaitu konversi ke dalam Islam tanpa meniggalkan kepercayaan dan
praktik keagamaan yang lama. Pada umumnya orang-orang Melayu-Indonesia menerima
Islam karena mereka percaya bahwa Islam akan memuaskan kebutuhan materi dan
alamiah mereka. Di kalangan mayoritas penduduk, Islam hanya memberikan satu
bentuk tambahan kepercayaan dan praktik yang dapat berubah sesuai dengan
tujuan-tujuan tertentu. Adalah sebagian besar juru dakwah Islam di Nusantara
seperti halnya Wali Songo di pulau Jawa, yang mengenalkan Islam kepada penduduk
lokal justru dalam bentuk kompromi dengan kepercayaan lokal yang banyak
diwarnai takhayul atau kepercayaan animistik lainnya, bukan dalam bentuk
eksklusivitas profetik. (Aris Munandar, Agus, 2009)
C. Pendidikan Islam Dalam Masyarakat Majemuk
Islam yang relevan bagi masyarakat majumuk
Indonesia adalah Islam yang menganut pluralisme dan kultural, yang dibingkai
dalam Islam moderat. Watak ini sejalan dengan maksud agama Islam yang
menciptakan kehidupan yang damai lintas umat beragama, maupun budaya.
Pluralisme adalah bagian dari watak
moderat, yang cocok untuk masyarakat Indonesia yang majemuk. Indoneis dengan
penduduk terbanyak ke empat dunia, terdiri dari berbagai latar belakang suku
bangsa, agama, kebudayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Perbedaan latar
belakang tersebut terkait dalam motto Bhineka Tunggal Ika, yang artinya
walaupun berbeda-beda tapi tetap satu jua. Hal ini berdampak pada bentuk
keislaman di Indonesia yang cenderung pluralis. Kata pluralis juga berasal dari
bahasa inggris, yang berarti jamak atau banyak, sehingga dapat juga diartikan
bahwa Islam pluralis menunjukkan paham keberagaman yang didasarkan pada
pandangan bahwa agama-agama lain yang ada di dunia ini sebagai yang mengandung
kebenaran dan memberikan manfaat serta keselamatan bagi para penganutnya.
(Abuddin Nata, 2001)
Paham pluralisme dengan begitu, sangat
menghendaki terjadinya dialog antaragama, dan dengan dialog agama
memungkinkan antara satu agama terhadap agama lain untuk mencoba memahami cara
baru yang mendalam mengenai bagaimana Tuhan mempunyai jalan penyelamatan.
Pengakuan terhadap pluralisme agama dalam suatu komunitas umat beragama
menjanjikan dikedepankanya prinsip inklusifitas yang bermuara pada tumbuhnya
kepekaan terhadap berbagai kemungkinan unik yang bisa memperkaya usaha manusia
dalam mencari kesejahteraan spritual dan moral. (Syamsul Ma’arif, 2006)
Bahkan menurut Al-Quran sendiri, pluralitas
adalah salah satu kenyataan objektif komunitas umat manusia, sejenis hukum
Allah atau Sunnah Allah, dan bahwa hanya Allah yang tahu dan dapat menjelaskan,
di hari akhir nanti, mengapa manusia berbeda satu dari yang lain, dan mengapa
jalan manusia berbeda-beda dalam beragama. Dalam al-Qura’an disebutkan, yang
artinya : “Untuk masing-masing dari kamu (umat manusia) telah kami tetapkan
Hukum (Syari’ah) dan jalan hidup (minhaj). Jika Tuhan menghendaki, maka
tentulah ia jadikan kamu sekalian umat yang tunggal (monolitk). Namun Ia
jadikan kamu sekalian berkenaan dengan hal-hal yang telah dikarunia-Nya kepada
kamu. Maka berlombalah kamu sekalian untuk berbagai kebajikan. Kepada Allah-lah
tempat kalian semua kembali; maka Ia akan menjelaskan kepadamu sekalian tentang
perkara yang pernah kamu perselisihkan.” (QS Al
Maidah: 48).
Allah berfirman di surat lain:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”. (QS. Al Hujurat 49:
13)
Jika kita membaca dari ayat tersebut secara
kritis dan penuh keterbukaan, maka kita akan menemukan suatu kesimpulan bahwa
Allah SWT sendiri sebenarnya secara tegas telah menyatakan bahwa ada
kemajemukan di muka bumi ini. Perbedaan laki-laki dan perempuan,
perbedaan suku bangsa adalah realitas pluralitas yang harus dipandang secara
positif dan optimis. Perbedaan itu, harus diterima sebagai kenyataan dan
berbuat sebaik mungkin atas dasar kenyataan itu. Bahkan kita diminta untuk
menjadikan pluralitas tersebut sebagai instrumen untuk menggapai kemuliaan di
sisi Allah SWT, dengan jalan mengadakan interaksi sosial antara individu, baik
dalam konteks pribadi atau bangsa.
Demikianlah beberapa prinsip dasar Alquran
yang berkaitan dengan masalah pluralisme dan toleransi. Paling tidak, dalam
dataran konseptual, Alquran telah memberi resep atau arahan-arahan yang sangat
diperlukan bagi manusia Muslim untuk memecahkan masalah kemanusiaan universal,
yaitu realitas pluralitas keberagamaan manusia dan menuntut supaya bersikap
toleransi terhadap kenyataan tersebut demi tercapainya perdamaian di muka bumi.
Karena Islam menilai bahwa syarat untuk membuat keharmonisan adalah pengakuan
terhadap komponen-komponen yang secara alamiah berbeda.
Paham pluralis ini, sangat
relevan bagi masyarakat Indonesia yang majemuk, karena terdapat keanekaragaman,
tidak hanya agama tapi juga budaya, adat istiadat dan bahasa dalam negara ini.
Dengan digunakannya paham ini, diharapkan keadaan yang damai karena setiap
orang mempunyai tepo slero, tenggang rasa satu sama lain walaupun
terbatasi oleh perbedaan yang ada.
Dengan demikian, melalui watak yang moderat
ini Islam di Indonesia dapat menjadi ummat wasathan, ummat yang dapat
berlaku adil, bergerak dinamis dan sebagai penengah berkaitan dengan
perrgolakan yang terjadi dalam kehidupan sosial beragama.
Allah berfirman:
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang
adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan
kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya
nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh
(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah
diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”. (QS Albaqarah: 143)
Ummatan wasathan adalah umat yang memiliki kebersamaan, kedinamisan dalam gerak, arah dan
tujuannya, serta memiliki aturan-aturan kolektif yang berfungsi sebagai
penengah atau pembenar. Dengan demikian keseimbangan, kebersamaan, kemodernan
merupakan prinsip etis mendasar yang harus diterapkan dalam segala aktivitas.
Pada dasarnya ummat Islam adalah merupakan umat yang ideal, karena ia merupakan
umat yang disebut oleh Allah dengan ummatan wasathan. Umat 'pertengahan' itu
berarti umat yang mengambil sikap tengah, tidak ke kanan atau ke kiri seperti
yang banyak berkembang dalam alam pemikiran kontemporer.
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.( QS Ali Imron: 110)
Konsep ummatan wasathan secara tidak
langsung merupakan sebuah konsep Islam yang memberikan jalan untuk memadukan
antara agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. untuk menegakkan
konsep seperti ini, kebersamaan adalah poin penting yang harus benar-benar
diupayakan. Setelah dapat menjalankan sesuatu dengan kesepakatan, maka akan
didapat sebuah pergerakan (ketetapan dan pelaksanaan) yang dinamis, dan
akhirnya tujuan umat dapat tercapai dengan baik.
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan Islam adalah bimbingan yang dilakukan oleh seorang dewasa kepada
terdidik dalam masa pertumbuhan agar ia memiliki kepribadian muslim. Jika
direnungkan Syariat Islam tidak akan dihayati dan diamalkan orang kalau hanya
diajarkan saja, tetapi harus didirikan melalui proses pendidikan. Nabi telah
mengajak umat untuk beriman dan beramal serta berakhlak baik sesuai ajaran
Islam dengan berbagai metode dan pendekatan. Pendidikan Islam tidak hanya
bersifat teoritis tetapi juga praktis. Ajaran Islam tidak memisahkan antara
iman dan amal shalih. Oleh karena itu pendidikan Islam adalah sekaligus
pendidikan iman dan pendidikan amal.
Ummatan wasathan adalah umat yang memiliki kebersamaan, kedinamisan
dalam gerak, arah dan tujuannya, serta memiliki aturan-aturan kolektif yang
berfungsi sebagai penengah atau pembenar. Konsep ummatan wasathan secara
tidak langsung merupakan sebuah konsep Islam yang memberikan jalan untuk
memadukan antara agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. untuk
menegakkan konsep seperti ini, kebersamaan adalah poin penting yang harus
benar-benar diupayakan.
Dengan demikian, Islam yang berwatak
moderatlah yang paling relevan dalam masyarakat majemuk di Indonesia. Islam di
Indonesia telah mempunyai corak kedaerahannya sendiri-sendiri, karena
memang dalam awal sejarahnya Islam berkembang melalui jalur damai tanpa adanya
pemaksaan dengan memanfaatkan fenomena budaya yang telah ada. Watak ini
kemudian, diharapkan bisa mencapai arti ummah wasathan, umat yang mampu
berlaku adil, bergerak dinamis dan sebagai penengah berkaitan dengan pergolakan
yang terjadi dalam kehidupan sosial beragama. Sehingga, Islam dari Indonesialah
yang dapat menjadi aktor utama dalam mengimplementasikan Islam sebagai rahmatan
lil ‘alamin.
DAFTAR PUTAKA
Dra. Hj. Nur Uhbiyati, Ilmu
Pendidikan Islam (IPI),Pustaka Setia, Bandung, 2005.
Zuhairini, Dra. Dkk, Filsafat
Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta 2009.
Aris Munandar, Agus,
dkk, Sejarah Kebudayaan Indonesia, Religi dan Falsafah, Rajawali Pers,
Jakarta,
2009
Ma’arif, Syamsul,
Islam dan Pendidikan Pluralisme, 2006.
Nata, Abuddin, Peta
Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001.
Sumber
lain dari internet :
http://islamlib.com/id/artikel/islam-pluralisme-dan-kemerdekaan-beragama/
http://fikrifahrul.blogspot.com/2012/03/relevansi-islam-dalam-masyarakat.html