Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerita. Tampilkan semua postingan

Senin, 23 Februari 2015

Jaman Iseh SMP, "Bayar SPP"

Iki cerito jaman semono. Jamane aku iseh SMP. Wektu kuwi pas istirahat aku karo konco ku meh bayar SPP. Tekan ruang TU aku karo konco ku clingak-clinguk koyo wong ilang, goleki panggonan Karyawan TU seng bagian pembayaran SPP. Radi sue goleki, e malah eneng seng getak ko buri.
"Hayo, do arep ngopo ki?"
Jebule seng getak kuwi karyawan seng tak goleki.

"Ajeng bayar SPP, pak!" jawabku.

"Oooo, gowo rene kertune!"

"Artone pak?"

"Yo, sisan to yo..! Kalih opo ki?"

"Sampun pak, namung niku"

"Kalih opo?" takon meneh.

"Sampun pak, namung SPP mawon"

"Loro opooo?" takon meneh nganggo anyel sitik.

Karo prengas-prenges, aku jawab "Kalih F, pak"

Iki, Critaku Endi Critamu...?!

Minggu, 31 Agustus 2014

Di Surga Kita Kan Bersua

Dari Rajâ` bin ‘Umar an-Nakha’iy, dia berkata,
“Di Kufah ada seorang pemuda berparas tampan, sangat rajin beribadah dan sungguh-sungguh. Dia juga termasuk salah seorang Ahli Zuhud. Suatu ketika, dia singgah beberapa waktu di perkampungan kaum Nukha’ lalu –tanpa sengaja- matanya melihat seorang wanita muda mereka yang berparas elok nan rupawan. Ia pun tertarik dengannya dan akalnya melayang-layang karenanya. Rupanya, hal yang sama dialami si wanita tersebut. Pemuda ini kemudian mengirim utusan untuk melamar si wanita kepada ayahnya namun sang ayah memberitahukannya bahwa dia telah dijodohkan dengan anak pamannya (sepupunya). Kondisi ini membuat keduanya begitu tersiksa dan teriris.

Lalu si wanita mengirim utusan kepada si pemuda ahli ibadah tersebut berisi pesan, ‘Sudah sampai ke telingaku perihal kecintaanmu yang teramat dalam kepadaku dan cobaan ini begitu berat bagiku disertai liputan perasaanku terhadapmu. Jika berkenan, aku akan mengunjungimu atau aku permudah jalan bagimu untuk datang ke rumahku.’ Lantas dia berkata kepada utusannya itu, ‘Dua-duanya tidak akan aku lakukan. Dia kemudian membacakan firman-Nya, ‘Sesungguhnya aku takut siksaan pada hari yang agung jika berbuat maksiat kepada Rabbku.’ (Q.s.,az-Zumar:13) Aku takut api yang lidahnya tidak pernah padam dan jilatannya yang tak pernah diam.’

Tatkala si utusan kembali kepada wanita itu, dia lalu menyampaikan apa yang telah dikatakan pemuda tadi, lantas berkatalah si wanita,
‘Sekalipun yang aku lihat darinya dirinya demikian namun rupanya dia juga seorang yang amat zuhud, takut kepada Allah? Demi Allah, tidak ada seorang pun yang merasa dirinya lebih berhak dengan hal ini (rasa takut kepada Allah) dari orang lain. Sesungguhnya para hamba dalam hal ini adalah sama.’

Kemudian dia meninggalkan gemerlap dunia, membuang semua hal yang terkait dengannya, mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu (untuk menampakkan kezuhudan) dan berkonsentari dalam ibadah. Sekalipun demikian, dia masih hanyut dan menjadi kurus kering karena cintanya terhadap si pemuda serta perasaan kasihan terhadapnya hingga akhirnya dia meninggal dunia karena memendam rasa rindu yang teramat sangat kepadanya.

Sang pemuda tampan pun sering berziarah ke kuburnya. Suatu malam, dia melihat si wanita dalam mimpi seolah dalam penampilan yang amat bagus, seraya berkata kepadanya, ‘Bagaimana kabarmu dan apa yang engkau temukan setelahku.?’ Si wanita menjawab,
Sebaik-baik cinta, adalah cintamu wahai kekasih
Cinta yang menggiring kepada kebaikan dan berbuat baik


Kemudian dia bertanya lagi, ‘Ke mana kamu akan berada.?’ Dia menjawab,
Ke kenikmatan dan hidup yang tiada habisnya
Di surga nan kekal, milik yang tak pernah punah


Dia berkata lagi kepadanya, ‘Ingat-ingatlah aku di sana karena aku tidak pernah melupakanmu.’ Dia menjawab, ‘Demi Allah, akupun demikian. Aku telah memohon Rabbku, Mawla -ku dan kamu, lantas Dia menolongku atas hal itu dengan kesungguhan.’ Kemudian wanita itupun berpaling. Lantas aku berkata kepadanya, ‘Kapan aku bisa melihatmu.?’ Dia menjawab, ‘Engkau akan mendatangi kami dalam waktu dekat.’

Rupanya benar, pemuda itu tidak hidup lama lagi setelah mimpi itu, hanya tujuh malam. Dan, setelah itu, dia pun menyusul, berpulang ke rahmatullah. Semoga Allah merahmati keduanya.

(Sumber: al-Maw’id Jannât an-Na’îm karya Ibrâhîm bin ‘Abdullah al-Hâzimy, ha.14-15, sebagai yang dinukilnya dari bukunya yang lain berjudul Man Taraka Syai`an Lillâh ‘Awwadlahullâh Khairan Minhu)
 diambil dari www.alsofwah.or.id

Sabtu, 12 April 2014

Anjing Menyingkap Pembunuh Majikannya

Mubasysyir ar-Rumy menceritakan bahwa dia pernah mendengar kisah mantan budaknya yang dikenal dengan Abu ‘Utsman, Zakaria al-Madany, sering disebut Ibn Fulanah. Ia seorang tajir yang mulia, banyak harta, terkenal murah hati, dapat dipercaya, orang yang memegang amanah dan juga suka meriwayatkan hadits.

Di dekat rumahnya, di Baghdad ia bertetangga dengan seorang laki-laki dari kalangan orang-orang fanatik yang suka bermain dengan anjing.

Suatu hari ia pergi sampai larut malam untuk suatu hajat, lalu diikuti anjing kesayangannya namun ia mengusirnya, tetapi anjingnya ini tidak mau pulang sehingga terpaksa ia biarkan ikut.

Ia terus berjalan hingga berhenti di tempat ‘mangkal’ beberapa orang yang memendam rasa permusuhan terhadapnya. Mengetahui kehadirannya di situ apalagi dirinya tanpa bersenjata, maka mereka pun menangkapnya. Sementara anjingnya yang ikut membuntuti sang majikan melihat apa yang dilakukan mereka. Rupanya, mereka membawanya masuk ke rumah diikuti anjing dengan diam-diam. Di sana, mereka membunuh majikannya tersebut lalu menguburkannya di sebuah sumur di dalam rumah itu. Karena melihat ada anjing, mereka pun menggebuknya, untung saja anjing itu bisa lari sekali pun terluka. Anjing yang dalam keadaan terluka ini mendatangi rumah majikannya sembari menggonggong namun penghuni rumah tidak menghiraukannya.

Sementara itu, sang ibu merasa kehilangan putranya karena seharian ini belum juga nongol. Namun akhirnya ia dapat mengetahuinya melalui kondisi anjingnya yang mengalami luka cukup parah. Ia berpikir bahwa ini pasti perbuatan orang yang membunuh putranya dan putranya tentu sudah dihabisi. Karena itu, ia pun mengadakan undangan makan dan mengusir anjingnya itu dari pintu.

Akan tetapi, anjing itu tidak beranjak dari pintu itu dan tidak lari. Mereka biasanya dalam beberapa kesempatan selalu mencarinya.

Suatu hari, beberapa orang yang membunuh majikan anjing itu lewat di depan pintu rumahnya sementara anjing saat itu sedang berbaring. Melihat wajah orang-orang tersebut, ia langsung mengenalnya. Seketika ia melukai betis salah seorang dari mereka, menggigit sembari menggelayut di tubuhnya.

Orang-orang itu berusaha menyelamatkan teman mereka dari gigitan anjing namun tidak berhasil sehingga suasana pun jadi gaduh. Kemudian datanglah SATPAM rumah untuk melihat keadaan seraya berkata, “Anjing ini tidak akan bergelayutan pada orang ini kecuali karena ia punya kisah dengannya. Barangkali dia lah yang telah melukainya.”

Tak berapa lama, keluarlah ibu majikan anjing tersebut dan ketika ia melihat wajah orang yang digigit itu sedang digelayuti anjing dan mendengar ucapan SATPAM, ia kemudian melihatnya secara teliti dan mengamatinya. Setelah itu, barulah ia teringat bahwa orang tersebut adalah salah seorang yang pernah bermusuhan dengan putranya dan selalu mencarinya. Bahkan terbetik dalam diri sang ibu bahwa dia lah yang telah membunuh putranya. Akhirnya, ia memastikan hal itu dan menuduh orang tersebut sebagai pelaku pembunuhan. Sang ibu ini lalu memperkarakan orang tersebut kepada pihak kepolisian yang kemudian menahannya setelah sebelumnya dipukul terlebih dahulu agar mau mengaku tetapi sayang ia tidak mau mengaku. Maka, anjing itu pun tetap berada di pintu sel setia menunggu orang tersebut.

Setelah beberapa hari berlalu, orang itu pun dibebaskan. Ketika ia keluar, sang anjing kembali menggelayutinya seperti sebelum-sebelumnya, maka orang-orang pun merasa aneh dengan tingkah anjing tersebut.

Menyikapi kejadian aneh itu, kepala kepolisian merencanakan sesuatu untuk menjebak para pembunuh majikan anjing itu. Ia secara rahasia berbisik kepada beberapa anak buahnya agar memisahkan anjing itu dari orang tersebut, lalu membuntuti kemana orang itu pergi untuk mengetahui kediamannya dan agar dapat terus memantaunya. Maka, perintah itu pun dipatuhi anak buahnya.

Sementara anjing terus berjalan di belakang orang yang dituduh membunuh itu, diikuti anak buah kepala kepolisian yang juga membuntuti dari belakang hingga sampai ke kediaman para penjahat tersebut.

Kemudian polisi yang dikirim atasannya itu mendobrak kediaman tersebut secara mendadak, namun tidak menemukan apa-apa. Lalu anjing yang turut masuk melolong dan mencari-cari letak sumur di mana majikannya dikubur dan dibuang.

Sang polisi berkata, “Gali tempat yang telah digali anjing ini.!” Maka tempat itu pun digali dan ternyata mayat korban dapat ditemukan.

Kemudian penjahat itu dibawa dan dipukuli. Setelah berkali-kali digebuki, barulah ia mengaku bahwa dirinya dan teman-temannya lah yang melakukan pembunuhan itu. akhirnya, ia pun dieksekusi mati sementara teman-temanya yang lain masih terus diburu karena berhasil melarikan diri.

(SUMBER: Nihaayah azh-Zhaalimiin karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy, Juz.IX, h.91-94, no.39 sebagai yang dinukilnya dari I’laam Ahl al-‘Ashr al-Ahbaab Bi Ahkaam al-Kilaab karyanya sendiri yang belum dicetak -barangkali sudah dicetak sekarang, red-) www.alsofwah.or.id

Jumat, 06 Mei 2011

Debat Kusir Tentang Ayam.

Melihat ayam betinanya bertelur,Baginda tersenyum. Beliau
memanggil pengawal agar
mengumumkan kepada rakyat
bahwa kerajaan mengadakan
sayembara untuk umum.
Sayembara itu berupa
pertanyaan yang mudah tetapi
memerlukan jawaban yang tepat
dan masuk akal. Barangsiapa
yang bisa menjawab pertanyaan
itu akan mendapat imbalan yang
amat menggiurkan. Satu pundi
penuh uang emas. Tetapi bila
tidak bisa menjawab maka
hukuman yang menjadi
akibatnya.
Banyak rakyat yang ingin
mengikuti sayembara itu
terutama orang-orang miskin.
Beberapa dari mereka sampai
meneteskan air liur. Mengingat
beratnya hukuman yang akan
dijatuhkan maka tak
mengherankan bila pesertanya
hanya empat orang. Dan salah
satu dari para peserta yang amat
sedikit itu adalah Abu Nawas.
Aturan main sayembara itu ada
dua. Pertama, jawaban harus
masuk akal. Kedua, peserta
harus mampu menjawab
sanggahan dari Baginda sendiri.
Pada hari yang telah ditetapkan
para peserta sudah siap di depan
panggung. Baginda duduk di
atas panggung. Beliau
memanggil peserta pertama.
Peserta pertama maju dengan
tubuh gemetar. Baginda
bertanya,
"Manakah yang lebih dahulu,
telur atau ayam?" "Telur." jawab
peserta pertama.
"Apa alasannya?" tanya Baginda.
"Bila ayam lebih dahulu itu tidak
mungkin karena ayam berasal
dari telur." kata peserta pertama
menjelaskan.
"Kalau begitu siapa yang
mengerami telur itu?" sanggah
Baginda. .
Peserta pertama pucat pasi.
Wajahnya mendadak berubah
putih seperti kertas. la tidak bisa
menjawab. Tanpa ampun ia
dimasukkan ke dalam penjara.
Kemudian peserta kedua maju.
la berkata,
"Paduka yang mulia, sebenarnya
telur dan ayam tercipta dalam
waktu yang bersamaan."
"Bagaimana bisa bersamaan?"
tanya Baginda.
"Bila ayam lebih dahulu itu tidak
mungkin karena ayam berasal
dari telur. Bila teiur lebih dahulu
itu juga tidak mungkin karena
telur tidak bisa menetas tanpa
dierami." kata peserta kedua
dengan mantap.
"Bukankah ayam betina bisa
bertelur tanpa ayam jantan?"
sanggah Baginda memojokkan.
Peserta kedua bjngung. la pun
dijebloskan ke dalam penjara.
Lalu giliran peserta ketiga. la
berkata;
"Tuanku yang mulia, sebenarnya
ayam tercipta lebih dahulu
daripada telur."
"Sebutkan alasanmu." kata
Baginda.
"Menurut hamba, yang pertama
tercipta adalah ayam betina."
kata peserta ketiga meyakinkan.
"Lalu bagaimana ayam betina
bisa beranak-pinak seperti
sekarang. Sedangkan ayam
jantan tidak ada." kata Baginda
memancing.
"Ayam betina bisa bertelur tanpa
ayam jantan. Telur dierami
sendiri. Lalu menetas dan
menurunkan anak ayam jantan.
Kemudian menjadi ayam jantan
dewasa dan mengawini induknya
sendiri." peserta ketiga berusaha
menjelaskan.
"Bagaimana bila ayam betina
mati sebelum ayam jantan yang
sudah dewasa sempat
mengawininya?"
Peserta ketiga pun tidak bisa
menjawab sanggahan Baginda. la
pun dimasukkan ke penjara.
Kini tiba giliran Abu Nawas. la
berkata, "Yang pasti adalah telur
dulu, baru ayam."
"Coba terangkan secara logis."
kata Baginda ingin tahu "Ayam
bisa mengenal telur, sebaliknya
telur tidak mengenal ayam." kata
Abu Nawas singkat.
Agak lama Baginda Raja
merenung. Kali ini Baginda tidak
nyanggah alasan Abu Nawas.