LANJUTAN....
2.
Takwa
“Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah
sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam.” (QS.
Al Imron: 102)
Secara etimologi takwa memiliki arti menjaga. Menurut tinjauan syar’I adalah
penjagaan diri seorang hamba terhadap kemurkaan Allah swt dan siksa-Nya dengan
melaksanakan semua yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang dilarang.
Dengan adanya takwa dalam hati, kita senantiasa menjaga diri dari segala
perbuatan yang bisa mendatangkan kemurkaan dan siksa Allah swt. Caranya yaitu
dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya.
Apakah itu berat? Tidak bagi orang yang
bertakwa. Allah tidak memerintahkan untuk melakukan segala perintah-Nya. Dia
memerintahkan kita untuk melakukan amal shalih sesuai dengan kemampuan kita.
Gak semuanya kok, lalu apa yang menjadi alasan kita untuk tidak melakukan
perintah-Nya? Tentunya yang wajib jangan samapai kita tinggalkan. Contohnya
shalat. Meski sakit kita tetap diperintahkan untuk shalat. Jika tidak mampu
berdiri kita dianjurkan untuk sholat dengan duduk. Jika tidak mampu duduk
dianjurkan dengan posisi tidur, tapi jangan sampai ketiduran ya. Kalau masih
tidak mampu ya dengan isyarat mata. Kalau tidak mampu dengan mata dianjurkan
dengan hati. Kalau masih gak mampu ya dishalatkan saja. Mudahkan? Allah gak
akan merpersulit kita dengan perintah-Nya. Justru yang merpersulitnya adalah
kita sendiri.
Disisi lain Allah memerintahkan
kita untuk meninggalkan segala larangan-Nya. Kita diperintahkan untuk
meninggalkan, tidak diperintahkan untuk melakukannya bukan. Lalu apa yang
memberatkan kita untuk meninggalkan segala larangan-Nya? Hanya tinggal menjauhi
larangan tersebutkan.
Abu Hurairah ra. menceritakan bahwasanya beliau mendengar Rasulullah saw
bersabda: “Apa yang aku larang kalian
dari (mengerjakan)-nya maka jauhilah ia, dan apa yang aku perintahkan kalian
untuk (melakukan)-nya maka lakukanlah sesuai dengan kemampuan kalian, karena
sesungguhnya yang menghancurkan orang-orang yang sebelum kalian adalah karena
banyaknya pertanyaan-pertanyaan mereka (yang mereka ajukan) dan perselisihan
mereka deangan para Nabi-Nabi (yang diutus kepada mereka).” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Namun tidak berarti kita mendiamkan larangan itu terus terjadi. Jika
mempunyai kemampuan dan kekuasaan untuk menghilangkan tindakan tersebut mengapa
kita harus diam. Lakukan semampu kita jika memang tidak mepunyai kemampuan
untuk itu paling tidak kita memiliki niat untuk menghilangkannya. Jangan malah
ikut bergabung didalamnya walaupun hanya duduk-duduk saja.
Berikut beberapa jalan agar kita dapat menuju takwa yang
sebenar-benarnya takwa, yang saya sadur dari buku Quantum Takwa[1]
terjemahan Imtihan Asy-Syafi’i:
a. Mencintai
Allah
Ada beberapa hal yang bisa menumbuhkan rasa
cinta kita kepada Allah:
1)
Membaca al Qur’an dengan mentadaburi dan
memahami maknanya.
2)
Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan
sunnah setelah melaksanakan yang fardhu
3)
Terus-menerus berdzikir kepada Allah dengan
hati dan lisan
4)
Mendahulukan apa yang dicintai-Nya daripada
apa yang anda cintai, ketika hawa nafsu berkuasa.
5)
Mempelajari nama-nama dan sifat-sifat-Nya,
menyaksikanya, berbolak-balik di taman maknannya.
6)
Mengingat-ingat karunia-Nya, ihsan-Nya dan
kebaikan-Nya kepada setiap hamba. Sesungguhnya hati tercipta mencintai siapa
yang berbuat baik kepadanya dan membenci siapa yang berbuat buruk kepadanya.
7)
Menyendiri bersama-Nya pada sepertiga
malamyang terakhir.
8)
Bergaul dengan para pecinta sejati dan
memungut buah –buah pembicaraan mereka yang baik.
9)
Menjauhi syahwat dan syubhat apa pun yang
dapat menghalangi hati kepada Allah.
10) Memikirkan
ciptaan-Nya yang menunjukkan kesempurnaan-Nya. sesungguhnya hati tercipta
mencintai kesempurnaan dan para salaf lebih mendahulukan tafakur daripada
ibadah badan.
11) Mengingat-ingat
ayat-ayat dan hadist-hadist yang menerangkan bahwa penghuni surga akan
memandang Rabb mereka, mengunjungi-Nya dan berkumpul dengan-Nya pada hari
diberikannya ziyadah (tambahan atas nikmat surga)
b. Muraqabah
dan malu kepada Allah
Maksudnya adalah membiasakan diri untuk
muraqabah dan merasakan pengawasan Allah swt sehingga seseorang malu untuk
melakukan kemaksiatan dan akan bersungguh-sungguh dalam keataatan.
“dan Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami
lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” (QS.
Qaaf; 16)
“…Maka takutlah
kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.” (QS.
Al Baqarah: 235)
“Kamu tidak berada dalam suatu
Keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan
suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu
melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom)
di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang
lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh).” (QS. Yunus: 16)
Ibnu Mas’ud meriwayatkan, Rasulullah saw bersaabda:
“Malulah kepada Allah dengan
sebenar-benar malu! Barangsiapa malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu,
hendaklah dia menjaga kepala dan kesadarannya, hendaklah menjaga perut dan apa
yang diisikannya, dan hendaklah mengingat kematian dan musibah! Barangsiapa
menginginkan akhirat pastilah dia meninggalkan perhiasan kehidupan dunia. Dan
barangsiapa melakukan semua itu, sungguh dia telah malu kepada Allah dengan
sebenar-benar malu.” (HR. At Tirmidzi)
Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Malu adalah
takwa yang paling ringan. Seseorang tidak akan takut (kepada Allah) sehinga dia
malu. Dan tidaklah orang-oraang bertakwa itu sampai kepada takwa melainkan
bermula dari malu.”
Harits Al-Muhasibi berkata, “Muraqabah itu
mengertinya hati akan kedekatan Allah.”
Sering kali Imam Ahmad membaca syair:
Jika suatu saat kamu sendirian, jangan katakana, Aku sedang sendiri.
Tetapi katakana ada yang mengawasiku
Jangan kau kira Allah alpa sesaat
Juga ada sesuatu yang tersembunyi dan jauh dari-Nya
c. Mengerti
bahwa kemaksiatan dan dosa mengakibatkan keburukan dan derita
Ibnul Qayyim menulis, “Apakah yang
mengeluarkan ayah-ibu kita dari surge negeri kelezatan, kenikmatan, keindahan
dan kebahagiaan menuju negeri derita, kesedihan dan musibah?
Apa pula yang mengeluarkan Iblis dari alam
Malakut di langit dan membuatnya terusir, terlaknat dan mengubah lahir batinnya
sehingga sosoknya menjadi sosok terburuk dan terhina, sementara batinnya lebih
buruk dan lebih hina lagi.
Apakah yang membuat seluruh penduduk bumi
tenggelam sehingga air naik sampai di puncak
gunung-gunung? Apakah topan badai memorak porandakan kaum ‘Ad sehingga
mereka mati bergelimpangan dimuka bumibagaikan pohon-pohon kurma yang lapuk dan
meluluhlantahkan seluruh bangunan dan pertanian mereka?apakah yang membuat kaum
Tsamud mendapat kiriman suara keras yang mengguntur sehingga urat-urat jantung
mereka putus dan mereka mati seketika? Apakah yang membuat deda Nabi Luth
diangkat dan malaikat mendengar lolongan anjing –anjing mereka dan kemudian
desa itu dibalik dan ditimpakan kepada mereka, bagian atasnya menjadi bagian
bawah lalu mereka dihujani bebatuan dari sijjil? Dikumpulkan banyak hukuman
atas mereka yang tidak pernah dikumpulkan untuk umat selain mereka. Dan orang
semisal dengan mereka pun akan mendapatkan hukuman seperti mereka. Hukuman itu
tidaklah jauh dari orang-orang yang zhalim.
Segera sirna kelezatan yang diperoleh dari jalan haram
Yang tersisa tinggal dosa dan aib
Akibat keburukan senantiasa terasa
Tiada kebaikan dalam kelezatan berbuntut neraka
d. Belajar
mengalahkan hawa nafsu dan menaati Allah
Syaikh Musthafa as-Siba’I menulis, “Jika hawa
nafsumu berhasrat untuk bermaksiat, ingatkanlah ia kepada Allah. Jika hasrat
itu reda, ingatkanlah ia tentang akhlak para Rijal (para lelaki sejati). Jika
hasrat itu tidak reda, ingatkanlah ia tentang kehinaan saat orang-orang
mengetahuinya. Jika hsrat itu tidak juga reda, ketauhilah bahwa pada saat itu
kamu telah berubah menjadi binatang.”
Dengan mengikuti hawa nafsu sama saja kita
membiayarkan diri menuju ke neraka.
“Adapun orang yang melampaui
batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka Sesungguhnya nerakalah
tempat tinggal(nya). Dan Adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran
Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka Sesungguhnya
syurgalah tempat tinggal(nya).” (QS. An-Nazi’at: 37-41)
Dengan mengikuti hawa nafsu akan membuat kita
tersesaat dari jalan-Nya yang akan mendapatkan azab yang berat. Allah
berfirman, “Hai Daud, Sesungguhnya Kami
menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan
(perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena
mereka melupakan hari perhitungan.” (QS. Shad: 26)
e. Mengetahui
tipu daya dan jerat-jerat setan serta mewaspadai godaan dan gangguannya.
Al-‘allamah Ibnu Muflih Al-Maqdisi
menerangkan, “Ketahuilah bahwa setan menghadang orang-orang yang beriman dengan
tujuh rintangan. Pertama adalah rintangan kekafiran. Jika selamat darinya, maka
dengan rintangan bid’ah. Kemudian dengan rintangan dosa-dosa besar, lalu dengan
rintangan dosa-dosa kecil. Jika selamat darinya, maka dengan amalan mubah yang
menyibukan mereka dari berbagai ketaaatan. Jika masih bisa mengalahkannya, maka
dengan menyibukkannya untuk mengerjakan amalan yang kurang utama sementara ada
amalan yang lebih utama. Jika masih saja selamat darinya, maka dia akan
menghadangnya dengan rintangan yang ketujuh, dan taka da seorang beriman pun
selamat darinya. Jika ada, maka Rasulullah saw pasti termasuk selamat darinya.
Rintangan itu adalah pengerhan musuh-musuh durjana dengan berbagai macam marabahaya.”
Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-
langkah syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, Maka
Sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang
mungkar. (QS. An-Nuur: 21)
Berikut beberapa perkara yang dapat terjaga
dari bisikkan-bisikan syaitan:
1)
Ber-isti’ adzah kepada Allah. Allah berfirman,
“Jika syetan mengganggumu dengan suatu
gangguan, Maka mohonlah perlindungan kepada Allah.” (QS. Fushlihat: 36)
2)
Membaca surat-surat mu’awwidzat (Al-Ikhlas,
Al-Falaq dan An-Nas). Rasulullah saw bersabda, “tidaklah orang-orang memohon perlindungan dengan yang semisal
dengannya” HR. An-Nasa’i
3)
Membaca ayat kursi menjelang tidur. Rasulullah
bersabda, “Barangsiapa membacanya
menjelang tidurnya akan selalu ada (utusan) dari Allah yang menjaganya,
sehingga dia tidak didekati oleh setan.” HR. Abu Hurairah
4)
Membaca surat Al-Baqarah. Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya rumah yang didalamnya
dibaca surat Al-Baqarah tidak dimasuki syetan.” HR. Muslim
5)
Membaca akhir surat Al-Baqarah. Abu Mas’ud
Al-Anshari menuturkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada
suatu malam, keduanya mencukupi.” HR. Al-Bukhari
6)
Membaca doa ini 100 kali
لاَ
إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ
الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ
“Tiada
Tuhan (yang berhak disembah) kecuali Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu
bagiNya. BagiNya kerajaan dan pujaan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”
7)
Memperbanyak zikir kepada Allah
8)
Berwudhu dan shalat
9) Menaahan
diri dari berlebih-lebihan dalam memandang (yang diharamkan), berbicara, makan
dan bergaul. Sesungguhnya setan menguasai anak cucu Adam dan berhasil
mewujudkannya dari empat pintu itu.
3. Ilmu
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al
Mujaadilah: 11)
Bekal yang harus dimilki seorang pemuda dalam mengarungi kehidupan ini
adalah ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu dunia. karena dengan ilmu kita bisa
menentukan baik, benar dan salahnya suatu perkara. Dengan ilmu juga kita bisa
terhindar dari kesesatan aqidah yang bisa membawa kita masuk ke neraka jahanam
untuk selama-lamanya. Nau’uzubillah minzalik...
Banyak dalil-dalil yang menerangkan tentang perintah menuntun ilmu dan
balasan bagi orang-orang yang berilmu. Seperti dalam QS. Al Mujaadilah ayat 11.
Dalam ayat tersebut dapat diambil dua point penting, yang pertama
adalah kita harus melapangkan majelis yaitu bisa juga melapangkan hati
untuk berbagi tempat dengan orang lain, bahkan jika ia diminta berdiri lalu
memberikan tempatnya kepada orang yang patut menempati dimuka, maka janganlah
berkecil hati. Point yang kedua adalah Allah SWt akan meninggikan derajat
beberapa orang lebih tinggi dari kebanyakan orang. Yang pertama adalah orang
yang beriman dan yang kedua adalah orang yang berilmu.
Dari Ashim bin Dhamrah, dari Ali ra. berkata, “Ketahuilah sesungguhnya orang fakih adalah orang yang tidak membuat
manusia putus asa dari rahmat Allah, tidak membuat mereka merasa aman dari
adzab-Nya dan tidak terlalu memudahkan mereka untuk bermaksiat kepada-Nya serta
tidak meninggalkan Al-Qur’an karena benci dengan mencari selain Al-Qur’an.
Tidak ada kebaikan didalam ibadah yang tidak disertai dengan ilmu. Tidak ada
kebaikan pada ilmu yang tidak disertai dengan pemahaman dan tidak ada kebaikan
didalam membaca yang tidak disertai dengan tadabbur.”
Ilmu yang paling utama adalah ilmu agama. Dari
Hafish bin Amru As-Sa’di dari pamannya berkata, Salman ra. pernah berkata
kepada Hudzaifah ra. “Wahai saudara dari Bani Abs, ilmu itu banyak sedangkan
umur itu pendek, maka ambillah ilmu yang kamu butuhkan dalam urusan agamamu
daan tinggalkan yang lainnya jangan kamu pedulikan.”
Karena dengan ilmu ini kebahagian dunia dan akhirat dapat kita dapat.
Dengan ilmu agama kita terhindar dari kesyirikan. Dengan ilmu agama kita
terhindar dari penyimpangan aqidah. Dengan ilmu agama kita akan selalu dituntun
ke jalan lurus. Dengan ilmu agama kita bisa bertahan meski dalam kesusahan.
Dengan ilmu agama kita tidak akan gelisah melihat orang lain dilimpahkan
kenikmatan. Dengan ilmu agama tidak ada waktu yang sia-sia karena setiap waktu
luang diisi dengan berdzikir. Dengan ilmu agama kita terhindar dari perkataan
sia-sia. Dengan ilmu agama rasa sombong akan pergi dari hati. Dengan ilmu agama
sedekah akan nampak indah. Dengan ilmu agama shalat adalah kebutuhan yang harus
dipenuhi. Dengan ilmu agama segala amal shaleh akan dinilai ibadah. Dengan ilmu agama kita akan mendapat
pahala yang terus mengalir disetiap ilmu yang kita sampaikan untuk orang lain
hingga datangnya hari kiamat. Dengan ilmu agama kita akan terhindar dari
amalan yang sia-sia. Tanpa ilmu agama, sungguh kelak akan merugi bagi seorang
muslim yang membawa segunung amalan tapi Allah menolak amalan tersebut.
Sebagai seorang pemuda muslim, juga dituntut menguasai ilmu dunia. Tak
mungkin seseorang bisa hidup di dunia hanya mengandalkan ilmu agama saja tanpa
menguasai ilmu dunia. apakah anak istri kita akan kita ceramahi saat mereka
kelaparan? Tentu saja tidak. Dengan ilmu dunia kita bisa bertahan hidup. Dengan
ilmu dunia kita bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Dengan
ilmu dunia kita bisa membiayai dakwah kita.
Banyak ilmuan-ilmuan Islam yang berjasa bagi
dunia. Tidak hanya memiliki ilmu agama yang tapi mereka juga memiliki
kecerdasan dalam ilmu-ilmu dunia. Ibnu Sina misalnya, ilmu kedokteraannya
menjadi rujukan dokter-dokter diseluruh dunia. Ibnu Ismail Al-Jazari yang
menemukan teori hidrolik. Temuannya tersebut menjadi rujukan dalam pembuatan
robot yang berkembang di seluruh dunia terutama di Negara-negara maju. Dan
masih banyak lagi ilmuan muslim yang sangat berpengaruh bagi dunia.
Jadi sangat dianjurkan bagi seorang muslim untuk
menuntut ilmu agama dan ilmu dunia. Dengan begitu, ia bisa menggenggam dunia
untuk meraih kebahagiaan akhirat. Dari Musayyab bin Rafi’
berkata, “Sungguh aku sangat benci melihat seorang pengangguran yang tidak
bekerja untuk dunianya dan tidak pula beramal untuk akhiratnya.”
Imam Ja’far a.s berkata: “Ada beberapa macam
derajat kepercayaan pada Allah. Salah satunya bahwa Anda harus menaruh
kepercayaan Anda pada Allah dalam segala urusan Anda, selalu berkenan pada apa
yang Allah SWT lakukan pada Anda, mengetahui dengan pasti bahwa Allah tidak
akan pernah berhenti pada segala Kebaikan-Nya dan rahmat-Nya pada Anda, juga
bahwa di dalamnya terletak perintah-Nya. Oleh karenanya taruhlah kepercayaan
Anda pada Allah, biarkan sepenuhnya pada-Nya dan berserahlah pada-Nya dalam
segala hal dan semua urusan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar