Dari
Sufyan Ats-Tsauri berkata, Abu Dzar Al-Ghifari ra. pernah berkata disisi
Ka’bah, “Duhai manusia, akan adalah Jundub Al-Ghifari. Pergilah kemariuntuk
menemui saudara kalian, seorng pemberi nasihat yang benar-benar menaruh rasa
belas kasih.”
Lalu
orang-orang pun mengelilinginya, baru kemudian Abu Dzar ra. berkata, “Apa
pendapat kalian bila salah satu dari kalian ingin melakukan perjalanan,
bukankah dia akan mempersiapkan bekal yang terbaik dan dapat mengantarkannya
sampai tujuan?”
Mereka
menjawab, “Benar, memang demikian adanya.”
“Sesungguhnya perjalanan
menuju akhirat lebih jauh daripada yang kalian tuju di dunia ini,” kata Abu Dzar.
Mereka
bertanya, “Lalu bekal apa yang baik bagi kami?”
Abu
Dzar menjawab, “Berhajilah kalian untuk menghadapi urusan yang amat agung,
berpuasalah pada hari yang panasnya sangat terik untuk menghadapi lamanya hari
kebangkitan dan laksanakanlah shalat dua rakaat di kegelapan malam untuk
mengahadapi kengerian dalam kubur.
Sahabat muslim selayaknya kita hatus mempersiapkan bekal sebelum kita
berangkat. Untuk menentukan bekal yang akan kita bawa, terlebih
dahulu kita mengetahui tujuan yang akan kita tuju. Jika kita mau mendaki
gunung, bekal yang akan kita bawa paling tidak adalah matras, tenda, ransel,
makanan, air minum, jas hujan, penerang/senter dan sebagainya. Selain itu, kita
juga harus mengetahui medan yang akan kita lalui. Landai, terjal, jalan yang
berbatu serta cuaca saat pendakian serta keadaan gunung yang akan kita daki.
Setelah persiapan sudah matang dan informasi tentang medan serta keadaan gunung
sudah dirasa cukup maka pendakian bisa dimulai. Ketika pendakian sudah dimulai,
maka jangan pernah untuk turun lagi sebelum kita samapi dipuncak. Walau dalam
pendakian kita harus menghadapi medan yang curam atau cuaca yang ekstrim. Jika
kita sudah berhenti samapi disini, maka kita tidak akan pernah sampai di puncak
gunung.
Begitu juga dengan kehidupan ini wahai sahabat muslim. Kita harus
mempersiaapkan bekal kita untuk perjalanan panjang ini. Agar tujuan kita
memasuki surga-Nya bisa kita raih. Oleh karena itu mari kita persiapkan bekal
itu sejak sekarang. Jangan ditunda-tunda lagi. Selagi sempat, gunakan waktu
agar bermanfaat. Sebelum usia berkarat, dan hanya penyesalan yang didapat.
1. Iman
Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw pernah ditanya, “Apakah
amal yang paling utama?” Beliau menjawab, “Iman
kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Menurut
etimologi iman artinya pengakuan yang mengharuskan untuk menerima dan tunduk,
dan harus disesuaikan dengan syariat.[1]
Dari Anas Radhiallahu’anhu Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
ثلاث من كن فيه وجد بهن حلاوة الإيمان : أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله، وأن يكره أن يعود في الكفر بعد أن أنقذه الله منه كما يكره أن يقذف في النار". وفي رواية : " لا يجد أحد حلاوة الإيمان حتى ... إلى آخره.
“Ada tiga perkara, barang siapa terdapat di dalam dirinya ketiga
perkara itu, maka ia pasti mendapatkan manisnya iman, yaitu : Allah dan
RasulNya lebih ia cintai dari pada yang lain, mencintai seseorang tiada lain
hanya karena Allah, benci (tidak mau kembali) kepada kekafiran setelah ia
diselamatkan oleh Allah darinya, sebagaimana ia benci kalau dicampakkan kedalam
api”. (Imam Bukhori dan Muslim)
Al
Hafizh Ibnu Hajar menulis, “Secara etimologi, iman berarti tashdiq
(membenarkan). Sedangkan secara syar’I, iman adalah membenarkan semua yang
dibawa oleh Rasul dari Rabb-nya. Ibnu hajar juga menambahkan, “Iman meliputi
perkataan dan perbuatan, bisa bertambah bisa berkurang.”[2]
Syaikh Muhammad Bin Utsaimin dalam bukunya Syarah
Al-Araba’in An-Nawawiyah ada kaidah-kaidah yang menjadi poin penting dalam
rukun Islam, yaitu
a.
Iman Kepada Allah SWT.
Beriman kepada Allah SWT mencakup empat hal, yaitu:
1)
Percaya akan keberadaan-Nya.
2)
Beriman bahwa rububiyah hanya milik-Nya. Dengan
kata lain, beriman bahwa Dia adalah Rabb atu-satunya, hanya Dia yang memiliki
kuasa rububiyah. Rabb artinya Pencipta, Penguasa dan Pengatur.
3)
Beriman bahwa uluhiyah hanya milik-Nya, Dialah
ilah satu-satu-Nya, tidak ilah yang berhak diibadahi selain-Nya, tiada sekutu
bagi-Nya.
4)
Beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Allah,
dengan menyebut nama-nama dan sifat-sifat seperti yang Allah sebut untuk
diri-Nya dalam kitab-Nya atau dalam sunnah rasul-Nya, secara baik, tanpa tahrif
(mengubah kata-katanya), ta’thil (mengabaikan makna sebenarnya), takyif
(menggambarkan esensinya) ataupun tamstil (menyerupakan dengan makhluk).
b.
Iman Kepada Malaikat
Beriman kepada malaikat mencakup beberapa hal di
bawah ini:
1)
Mengimani nama-nama malaikat yang kita ketahui.
Kita beriman bahwa ada malaikat yang bernama ini dan itu, Jibril misalnya.
2)
Kita beriman bahwa para malaikat memiliki tugas
masing-masing.
Allah berfirman, “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang
Malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang
lain duduk di sebelah kiri.Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan
ada di dekatnya Malaikat Pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf: 16-18)
c.
Iman Kepada Kitab Allah.
Beriman kepada Allah mencakup empat hal sebgai berikut:
1)
Kita beriman bahwa Allah menurunkan kitab-kitab
kepada rasul dari sisi Allah. Namun, kita tidak percaya bahwa kitab-kitab
yang abadi kalangan umat-umat sekarang selain umat Islam itulah yang diturunkan
dari sisi Allah, karena semua kitab mereka sudah diubah-ubah dan diganti. Untuk
kitab yang asli dari Allah untuk rasul, kita percaya itu benar dari sisi Allah.
2)
Kita mengimani kebenaran berita-berita yang
disampaikan di dalamnya seperti berita-berita Al Quran, dan berita-berita dalam
kitab lain sebelumnya yang tidak diubah dan diganti.
3)
Kita mengimani hukum-hukum yang tertera dalam
kitab-kitab Allah selama tidak berseberangan dengan syariat kita, menurut
pendapat yang menyatakan bahwa syariat umat sebelum kita adalah syariat untuk
kita juga. Ini benar, selama tidak berseberangan dengan syariat
kita.
4)
Kita mengimani nama-nama kitab yang kita tahu,
seperti Al Quran, Taurat, Injil, Zabur, lembaran-lembaran Ibrahim dan Musa.
d.
Iman Kepada rasul-Nya
Utusan Allah kadang disebut rasul dan juga nabi.
Rasul adalah orang yang diberi wahyu berupa syariat, diperintahkan untuk
mengamalkan dan diperintahkan untuk disampaikan kepada umatnya. Sedangkan nabi
adalah orang yang diberi wahyu berupa syariat, diperintahkan untuk mengamalkan,
hanya saja tidak diperintahkan untuk disampaikan. Para rasul adalah yang berada
ditingkatan teratas yang diberi lipahan karunia oleh Allah. Mereka adalah Nabi
Muhammad SAW, Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS, Nabi Musa AS dan Nabi Isa AS yang
disebut dengan rasul ulul ‘azmi. Nama-nama mereka disebutkan dalam firman Allah
berikut:
“Dan (ingatlah)
ketika Kami mengambil Perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri) dari
Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa putra Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka
Perjanjian yang teguh”.
(QS. Al Ahzab
(33): 7)
e.
Iman Kepada Hari Kiamat
Beriman kepada hari kiamat mencakup beberapa hal:
1)
Beriman bahwa hari akhir benar-benar terjadi.
Allah akan membangkitkan manusia dari kubur saat sangkakala ditiup dan seluruh
manusia berdiri menghadap Rabb seluruh alam. Allah berfirman “Kemudian, sesungguhnya kamu akan
dibangkitkan (dari kuburmu) pada hari kiamat.” (Al-Mu’minun: 16)
2)
Mengimani segala hal terkait hari akhir yang
disebutkan dalam kitab Allah dan sunnah yang sahih dari Nabi saw.
3)
Mengimani segala sesuatu yang disebut pada hari
akhir, seperti telaga Nabi, syafaat, shirath, surga, neraka, dan lainnya.
Surge sebagai negeri kenikmatan, sementara neraka sebagai negeri siksaan berat.
4)
Mengimani adanya nikmat dan azab kubur, karena
hal tersebut tertera dalam Al Quran, sunnah, dan ijmak salaf.
f.
Iman Kepada Takdir Allah.
Beriman kepada takdir mencakup empat hal sebagai berikut:
1)
Mengimani ilmu Allah yang meliputi
segala-galanya, baik secara garis besar maupun rinci.
Allah berfirman, “Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu” (QS. Al-Baqarah: 282)
“Dan
pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya
kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan
tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak
jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau
yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)" (QS.
Al-An’am: 59)
2)
Beriman bahwa Allah telah menulis takdir segala
sesuatu hingga hari kiamat dalam Lauhul Mahfuzh. Allah berfirman, “Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam
Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)
3)
Beriman bahwa apapun yang terjadi di alam ini
sesuai kehendak Allah, tidak ada satu pun yang luput dari kehendak-Nya.
Allah berfirman, “Dan kalau Tuhanmu
menghendaki, niscaya mereka tidak akan melakukannya.” (Al-An’am: 112)
4) Beriman bahwa
Allah menciptakan segala sesuatu secara umum. Allah berfirman, “Dan Dia menciptakan segala sesuatu, lalu
menetpkan ukuran-ukurannya dengan tepat.” (QS. Al-Furqan: 2)
Makna iman tak sebatas hanya mencangkup rukun iman saja, tapi lebih luas
dari itu. Iman itu terdiri dari enam puluh sekian cabang, hal ini tersirat
dalam hadist Rasulullah saw,
“Iman terdiri dari enam
puluh sekian cabang, dan malu adalah bagian dari Iman.” (HR.
Al-Bukhari)
Al Hafizh menulis cabang-cabang ini meliputi amal hati, amal lisan dan
amal badan. Yang termasuk amal hati adalah keyakinan dan niat.
Amal hati mencakup 24 perkara:
1) Beriman
kepada Allah
2) Beriman
kepada malakikat-malaikat-Nya
3) Beriman
kepada kitab-kitab-Nya
4) Beriman
kepada rasul-rasul-Nya
5) Beriman
kepada takdir yang baik dan buruk
6) Beriman
kepada hari kiamat
7) Ikhlas
yang meliputi tidak riya’ dan plin-plan
8) Taubat
9) Khauf
(takut pada siksa Allah)
10) Raja’
(mengharap pahala dari allah)
11) Syukur
12) Memenuhi
janji
13) Sabar
14) Ridha
terhadap takdir
15) Tawakal
16) Berbelas
kasih
17) Tawadhu’
18) Menghormati
yang lebih tua
19) Mengasihi
yang lebih muda
20) Tidak
sombong
21) Tidak
‘ujub
22) Tidak
iri
23) Tidak
dengki
24) Tidak
marah
Amal lisan meliputi tujuh perkara:
1) Melafalkan
tauhid
2) Membaca
al Qur’an
3) Mempelajari
ilmu dan mengajarkannya
4) Berdoa
5) Berdzikir
6) Istigfar
7) Menjauhi
laghwu (ucapan yang sia-sia)
Amal badan terbagi menjadi tiga bagian:
1) Yang
mencakup personal:
a.
Bersuci secara nyata maupun secara hukum
b.
Menjauhi berbagai najis
c.
Menutup aurat
d.
Melakukan shalat wjaib ataupun sunnah
e.
Haji
f.
Umrah
g.
Thawaf
h.
I’tikaf
i.
Mencari malam al Qadar
j.
Mempertahankan agama
k.
Berhijrah dari negeri kemusyrikan
l.
Menepati nadzar
m.
Berhati-hati dalam bersumpah
n.
Membayar kafarat
2) Yang
menyangkut orang lain:
a.
Menjaga kehormatan diri dengan menikah
b.
Memenuhi hak keluarga
c.
Berbakti kepada orang tua
d.
Menjauhi sikap durhaka
e.
Mendidik anak
f.
Menjalin tali silaturahim
g.
Menaati majikan atau mengasihi budak
3) Yang
menyangkut khalayak
a.
Memimpin dengan adil
b.
Mengikuti jamaah
c.
Menaati Ulil amri
d.
Mengadakan perbaikan diantara manusia
e.
Tolong menolong daalam kebaikan termasuk amar
ma’ruf nahi munkar
f.
Menegakkan hokum hudud
g.
Menegakkan jihad termasuk ribath (berjaga di
daerah perbatasan)
h.
Menunaikan amanat termasuk
menyerahkanseperlimaa harta raampasan perang kepada Baitul Mall
i.
Memberikan pinjaman dan membayarnya tepat
waktu
j.
Memuliakan tetangga
k.
Bermuamalah dengan baik termasuk mengumpulkan
harta dari yang halal
l.
Menginfakkan harta pada tempatnya termasuk
meninggalakan tabdzir dan israf
m.
Menjawab salam
n.
Mendoakan orang yang bersin
o.
Mencegah marabahaya yang menghampiri seseorang
p.
Menjauhi lahwu (perbuatan sia-sia)
q.
Menyingkirkan gangguan dari jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar