“Sesungguhnya
kami adalah ibrah (pelajaran) bagi kalian wahai segenap para pemuda. Beramallah
karena amal itu ada di masa muda.” (Sari
As-Saqathi)
Diusia muda inilah puncak perjuangan. Ibarat gunung
usia muda adalah berada dipuncaknya. Dimasa ini tenaga berada pada tingkatan
penuh. Diusia ini juga ide-ide cemerlang akan muncul. Jika hal tersebut tidak
dibungkus dengan keimanan dan diberi label takwa bisa jadi usia emas ini akan
terbuang sia-sia.
Sejarah
telah mencatat bahwa peran pemuda sangatlah vital. Dengan pemuda Indonesia berhasil meraih
kemerdekaan. Melalui perjuangan dari Ir. Soekarno, Moh. Hatta, Sutan Syahrir,
Bung Tomo dan pemuda-pemuda yang lain, Indonesia berhasil membacakan teks proklamasi
pada tanggal 17 Agustus 1945. Jauh sebelum itu, ketika Nabi Muhammad SAW
sebelum diangkat menjadi Rasul mampu mendamaikan kelompok yang bertikai dalam
menentukan siapa yang berhak meletakkan batu hajar aswad di tempat semula. Kala
itu usia Beliau masih muda.
Lalu
dimanakah pemuda-pemuda sekarang?
Apakah
mereka berada di masjid-masjid, yang siap mengumandangkan adzan saat waktu
shalat tiba?
Apakah
mereka berada di majelis-majelis ilmu, yang mencari ilmu agama dengan niat
hanya kepada Allah?
Atau
mereka berada ditengah-tengah masyarakat untuk menyampaikan kebenaran dan
perubahan?
Memang
ada dari pemuda yang melakukan hal tersebut tapi kebanyakan dari mereka lebih
senang berada di warnet, mengahabiskan waktu sekedar untuk berselancar di dunia
maya, main game hingga larut kemudian disiang harinya mereka malah tidur.
Sering bolos sekolah,
suka
tawuran,
ikut demo walau mereka tidak
tahu apa tujuan dari demo tersebut. Mereka memilih pacaran
dari pada harus menikah.
Seorang pemuda sangatlah rentan dalam menentukan jati
diri apalagi mereka yang berada diawal remaja. Begitu mudahnya seorang pemuda
mengikuti arus kehidupan. Seperti seorang penumpang yang pasrah kepada seorang
sopir. Entah sopir itu menyetirnya dengan ugal-ugalan atau dengan aturan.
Mereka tidak menghiraukan itu. Yang dia pikir adalah sampai di tempat tujuan.
Mereka serahkan keselamatannya kepada seorang sopir. Kalo si sopir menyetir
dengan ugal-ugalan kemungkinan bahayanya sangatlah besar, berbeda dengan sopir
yang menyetir dengan aturan, keselamatan penumpangnya menjadi prioritas utama.
Seorang pemuda bukanlah yang berkata “Inilah ayahku” tapi seorang pemuda
adalah yang berkata “Inilah Aku”.
Memang kita dibesaarkan oleh mereka. Kita boleh membanggakan orang tua kita.
Namun jangan sampai kita nebeng kesuksesan mereka dong..!! Walaupun mereka
orang tua kita, kita tak sepatutnya lalu sombong dengan kesuksesan mereka. Yang
sukseskan mereka bukan kita? Percayalah, orang tua mana yang tak akan bangga
jika fasilitas yang diberikan kepada anaknya digunakan untuk hal-hal positif.
Kamu bebas menentukan hidupmu. Silahkan berkarya dan ekspresikan pikiranmu tapi
ingat satu hal, jangan melampaui jalur-jalur syariat.
Oleh karena itu carilah idola yang bisa menuntunmu di
jalan lurus dengan cara yang benar. Figur yang bisa menjadikannya lebih
bersemangat, yang bisa menjadikannya pantang menyerah dan terus mendukungnya
disaat dalam kepurukan. Bukannya seorang idola yang membawa dalam khayalan
tingkat tinggi. Yang terus membawamu kedalam dunia mengandai-andai. Bukan pula
sosok idola yanag menuntutmu untuk tampil seperti mereka. Tampil perfect dimata
manusia. Tapi nol dalam penilaian Allah ta’ala. Lebih baik mana? Penilaian
manusia yang maklhuk pelupa atau Allah swt sang Maha Mengetahui. Sungguh hanya
iman dan takwalah yang membedakan kita dalam penilaian-Nya.
Kita bukan di surga? Yang selalu bersenang-senang. Bukan pula di neraka? Yang selalu meratapi segala siksa. Kita berada di dunia yang fana, yang bersifat sementara, orang jawa mengatakan “mampir ngombe” (numpang minum). Betapa cepatnya jika dibandingkan kehidupan di akhirat. Mungkin kita bisa bahagia di dunia tapi belum tentu di akhirat kita bisa sebahagia di dunia. Kita bisa saja susah di dunia, tapi diakhirat kita akan bahagia selama-lamanya. Apakah kita rela menaruhkan kehidupan yang sementara ini dengan siksaan yang tiada henti di akhirat kelak? Jawaban ada padamu wahai sahabat muslim. Keputusan juga ada ditanganmu. Belajarlah dewasa. Syariat Islam sudah berlaku untukmu.
Kita bukan di surga? Yang selalu bersenang-senang. Bukan pula di neraka? Yang selalu meratapi segala siksa. Kita berada di dunia yang fana, yang bersifat sementara, orang jawa mengatakan “mampir ngombe” (numpang minum). Betapa cepatnya jika dibandingkan kehidupan di akhirat. Mungkin kita bisa bahagia di dunia tapi belum tentu di akhirat kita bisa sebahagia di dunia. Kita bisa saja susah di dunia, tapi diakhirat kita akan bahagia selama-lamanya. Apakah kita rela menaruhkan kehidupan yang sementara ini dengan siksaan yang tiada henti di akhirat kelak? Jawaban ada padamu wahai sahabat muslim. Keputusan juga ada ditanganmu. Belajarlah dewasa. Syariat Islam sudah berlaku untukmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar